Di Balik Tataniaga Timah


Florence Aling
Β·
Di balik tataniaga Timah.
Direktur Utama PT Timah Tbk (TINS) Ahmad Dani Virsal mengatakan bahwa Indonesia kini merupakan produsen timah terbesar kedua di dunia. Dia mengakui, bila tata kelola timah nasional diperbaiki, baik di hulu hingga pemasaran, maka posisi Indonesia di pasar timah dunia juga akan disegani.
***
Tersebutlah ada pengusaha bernama Udin. Dia punya proposal bisnis yang kreatif dan solutif. Proposalnya punya nilai sosial yang memberikan peluang rakyat yang tidak punya IUP namun punya lahan untuk menggali tambang Timah. Dalam hal ini rakyat kerjasama dengan pemodal tentunya. Produksi biji ore timah itu disuplai ke PT. Timah dengan harga per kg 50% dari harga LME. PT. Timah juga tidak perlu bangun smelter. Cukup outsourcing kepada swasta. Pembayaran diatur cash flow setelah Timah terima pembayar dari ekspor. Pihak swasta sebagai mitra oursourcing bersedia keluar CAPEX dan OPEX lebih dulu.
Dengan demikian, PT. Timah bisa meningkatkan produksi tanpa dibebani biaya tetap untuk peralatan tambang, smelting dan upah buruh. Timah yang diterima menjadi biaya variable. Kalau harga timah di LME jatuh, ya mereka beli dengan harga jatuh. Resiko volatile market bisa dihindari. Sementara rakyat tanpa IUP mendapatkan peluang income dari produksi tambang Timah dari lahan yang mereka miliki. Ini bisa meningkatkan secara langsung kesejahteraan rakyat di lokasi penambangan.
Udin tahu bahwa proposal ini melanggar hukum. Karena yang berhak memberikan hak konsesi pada lahan IUP itu hanyalah negara, bukan BUMN. Udin tidak kehilangan akal. Dia yakikan pemerintah. Bagi meneg BUMN, proposal Udin itu smart. Karena bisa meningkatkan produksi PT Timah tanpa keluar Capex dan Opex didepan. Trade off nya berupa jual beli sesuai dengan harga LME.
Menteri ESDM juga happy dengan proposal Udin. Karena lifting Timah meningkat. Sehingga pemanfaatan SDA Timah bisa optimal bagi negara. Menteri keuangan juga happy, karena meningkatkan pajak. Pemda juga happy karena rakyat sejahtera dan menjadi sumber PAD. Nah karena semua happy, Udin tawarkan solusi dengan skema penambangan kuridor atas dasar kerjasama dengan pemilik IUP, yaitu PT. Timah. Klop.
Tapi dibalik proposal kreatif Udin yang dilengkapi dengan solusi smart itu, tersembunyi agenda yang dipahami oleh pihak pejabat pemerintah. Apa itu ? ongkos outsourcing di mark up dari actual cost USD 0,7 jadi USD 4 per kg. Dari uang mark up, disalurkan sebagai dana CSR. Udin tunjuk orangnya mengkoordinir pendapatan CSR itu. Uang ini mengalir kepada para pihak yang melancarkan agenda Udin. Jadi engga pakai uang sendiri. Kalau ada lebih yang dia kantongi.
Nah darimana Udin dapat cuan? Ya dari 100% Timah yang masuk ke smelter, hanya 30% yang disetor ke PT. Timah dengan harga 60% dari LME. Sisanya dia ekspor sendiri ke China, Jepang dan lain lain. Duitnya parkir di luar negeri. Kalau rata rata setahun total ekspor timah katakanlah 50.000 ton. Maka kalau harga per ton USD 25,000. Maka 70% dari 50.000 ton, Udin dapat cuan USD 750 juta atau kalau dikurs kan rupiah jadi Rp. 11 triliun. Net proceed adalah 50% dari Rp. 11 triliun.
Nah untuk melancarkan agendanya itu, Udin dapat dukungan dari Aparat Polisi dan Pemda untuk mengawai kesepakatan dia dengan PT. Timah. Kalau ada yang ngeyel atau tidak loyal kepada skema Udin, pasti produksi timahnya disita. Nah gitu aja. Tanpa kerja keras, Udin duduk santai di Jakarta. Setiap bulan dapat setoran dari anggota konsorsium yang menjalankan agendanya. Dia lead semua dan dia santai sendiri..
Dampak dari proposal Udin itu menimbulkan moral hazard, sehingga tata niaga yang diatur Udin ideal menjadi kacau, memaksa kontraktor meningkatkan produksi tanpa peduli dengan linkungan. Andaikan PT. Timah tolak proposal Udin , tentu PT. Timah sudah kaya raya, Mungkin akan jadi BUMN terkaya di Indonesia. Tapi kini malah merugi..dengan mengakibatkan kerugian financial dan lingkungan mencapai Rp. 271 triliun.
***
Kalau belajar dari kebangkrutan negara seperti Myanmar, Venezuela, columbia, Kongo, argentina, Brazil, dan lain lain. Negara itu tadinya pertumbuhan ekonomi tinggi. Tetapi itu hanya statistik yang membagi total pendapatan segelintir orang dengan seluruh rakyat. Makanya fundamental nya rapuh. Dipoles dengan subsidi dan bansos. Sekali kenan ayun, ya tumbang. Para koruptor dan korporat udah amankan hartanya di luar negeri. Kasus tersingkap, Udin sudah di luar negeri..Yang jadi korban para kurcaci.
-0-
Dari diskusi di FB

Smelter JIIPE Freeport

Semoga bermanfaat πŸ‡²πŸ‡¨πŸ‡²πŸ‡¨πŸ‡²πŸ‡¨πŸ‘πŸ‘πŸ‘
FREEPORT JIIPE

INILAH salah satu monumen besar Presiden Jokowi: proyek hili brisasi produk Freeport.
Jadi kenyataan. Hampir.

Saya ke lokasi proyek itu pekan lalu. Saya ingin tahu apakah rencana besar itu benar-benar dilaksanakan.

Dari proyek ini akan dihasilkan Emas Murni 30 ton.
Juga Tembaga 600.000 ton.
Dengan Kemurnian 99,9%.
Lalu Perak 200 ton.
Masih banyak produk lain seperti Platinum & Paladium.
Hampir semua produk kimia tambang dihasilkan di situ.
Kecuali Lithium.

Lokasi proyek ini di Gresik, dekat Surabaya.
Yakni di kawasan industri Jiipe:
Java Integrated Industrial Port Estate.
Di pinggir laut.
Di bibir Selat Kamal.

Dari Jiipe ini bisa terlihat, dengan jelas, sisi barat Pulau Madura.

Proyek Jiipe ini seluas 3.000 hektare.
Dulunya tambak tradisional.
Ditambah hasil reklamasi seluas 400 hektare.
Di tanah reklamasi inilah pelabuhan Jiipe dibangun. Pelabuhannya dalam: draftnya 14 meter. Kapal kelas Panamax bisa sandar di sini.

Tahap pertama pelabuhan itu sudah jadi.
Bahkan sudah difungsikan.
Material proyek banyak yg didatangkan lewat pelabuhan baru ini.

Berarti, ke depan, seluruh kondensat dari Freeport di Papua dikapalkan ke lokasi ini.
Tidak lagi dikirim ke berbagai negara seperti Jepang & Korea.

Di Jiipe, kondensat itu diproses. Menghasilkan emas. Juga tembaga. Juga perak. Juga hasil tambang lainnya.

Kapan semua itu bisa dilakukan di Jiipe Gresik?
Paling lambat pertengahan 2024. Sebelum Pilpres. Kalau terus dikebut.

Presiden Jokowi masih akan sempat meresmikannya.

Presiden Jokowi sudah 3x ke Jiipe.
Sejak peletakan batu pertama. Perkembangan proyeknya terus dimonitor.
Tentu Presiden Jokowi sendiri yg akan meresmikannya kelak.

Proyek itu kini memang lagi dikebut.
Tiang-tiang pancang lagi dihujamkan ke bumi.
Diperlukan 22.000 titik pancang di proyek itu.
Tiap titik tidak hanya satu tiang pancang. Bisa 3 atau 4.
Betapa larisnya produk tiang pancang Adhi Karya maupun Wijaya Karya.
Apalagi kedalaman pancang itu bisa 45 meter.

Tidak semua lahan Jiipe untuk Freeport. Tapi lahan untuk hilirisasi produk Freeport itu luas sekali.
Seluas 1 km2.
Atau 100 hektare.

Tahun depan, ketika proyek mencapai tahap puncak, sekitar 14.000 karyawan akan bekerja di situ.

Intinya, hilirisasi Freeport ini tidak lagi hanya gagasan / keputusan.
Sudah sedang dilaksanakan.

Keputusan hilirisasi semua produk tambang itu sebenarnya sudah diputuskan tahun 2008.
Waktu itu Freeport sudah lebih ”maju” dari sektor nikel / bauksit.
Setidaknya Freeport sudah mengolah tanah Papua yg dikeruk itu (ore) menjadi kondensat.
Pengolahannya dilakukan di dekat Timika.
Kondensat itu diekspor.
Lewat pelabuhan Timika.

Waktu itu, nikel & bauksit masih ekspor dalam bentuk tanah dan air (ore).
Hanya sebagian kecil yg diolah oleh PT Antam.

Dunia nikel terus berusaha mengulur waktu, agar tetap dibolehkan ekspor ore.
Pemerintah awalnya gentar.
Takut kehilangan penghasilan devisa.

Kini setelah dipaksakan, Hilirisasi Nikel harus dicatat sebagai sukses besar.
Meninggalkan Freeport.

Lalu giliran Freeport yg harus mengejar.
Awalnya Freeport berusaha mengulur waktu.
Agar tetap diizinkan ekspor dalam bentuk kondensat. Alasannya: Freeport kan sudah mengolah ore menjadi kondensat.

Dalam proses ore menjadi kondensat ini Freeport hanya mengambil sekitar 30%.
Sisanya ditinggal di Papua.
Dalam bentuk limbah hasil cucian.

Setelah Saham Freeport dikuasai Indonesia (51%), Keputusan Hilirisasi itu pindah ke tangan Pemegang Saham Mayoritas.

Done!

Diputuskanlah Hilirisasi 100% dilakukan di dalam negeri.
Di Gresik. Di Jiipe.

Kawasan industri Jiipe ini milik 2 kongsi:
PT AKR Group (60%) dan BUMN Pelindo (40%).
Tapi kepemilikan kawasan pelabuhannya dibalik:
Pelindo 60%, AKR 40%.

Kini sudah banyak industri yg masuk ke Jiipe.
Sari Roti pun sudah punya pabrik di sana.
Saya baru tahu bahwa Sari Roti itu perusahaan Jepang. Berkongsi dengan Salim Group.

Bank Indonesia juga akan membangun gedung di sini: lahannya 17 hektare.

Grup Djarum pun sudah masuk. Mungkin untuk masa depan industri elektroniknya yg maju pesat.

“Dengan adanya bahan baku seperti emas, tembaga, dan perak di sini, pabrik-pabrik yg terkait bahan baku itu baiknya ke sini,” ujar Naresh Anchalia, direktur operasi Jiipe. Ke hilirnya banyak sekali turunannya.

Tentu hasil terbanyak proyek Freeport itu nanti adalah Slak.
Jumlahnya bisa 1,1 juta ton/tahun.

Sebenarnya ini jenis limbah. Tapi limbah itu ada harganya. Pabrik semen sangat membutuhkan. Industri konstruksi memerlukannya: 1,1 juta ton tahun.

Oleh: Dahlan Iskan

Prof Bondan Tiara Sofyan

Telah dikukuhkan pada hari Rabu 28 Juli 2010,

Prof. Dr. Ir. Bondan Tiara Sofyan MSi

sebagai Guru Besar dari Fak Teknik Univ Indonesia. Sidang dipimpin oleh ketua Dewan GB Univ Indonesia Prof Biran Affandi.
Judul pidato ilmiahnya Penguasaan Teknologi Aluminium untuk Meningkatkan Daya Saing Bangsa. Aluminium merupakan logam penting yang memiliki banyak aplikasi dan nilai potensi ekonomi yang besar. Indonesia memiliki cadangan bijih bauksit yang besar, namun mengekspornya sebagai bijih mentah karena tidak memiliki industri pengolahan bauksit menjadi alumina (Smelter). Nilai tambah alumina dibanding bauksit adalah 40x lipat (Bijih bauksit 8,7 $ perton sedang alumina 350 $ perton). Sementara nilai tambah hingga menjadi aluminium batangan adalah 257x lipat (Al batangan 2236 $ perton, London Metal Exchange).
Jadi kapan dong negara mau bikin smelter buat alumina ? Kata Ebit:”Tanyakan saja pada rumput yang bergoyang”.

http://www.dailymotion.com/video/xe6im8_prof-bondan-tiara_school

Prof Bondan Tiara lahir di Riau 21 April 1969 (pas hari Kartini dong…), anak 3 dan suami 1 (Ir. M. Sofyan Syahril). SD di 2 t4, St Yosef Duri Riau dan SDN Cideng 03 pagi Jakarta, SMPN 35 Jkt, SMAN 4 Jkt. Masuk FTUI Metalurgi lulus 1991, S2 Prog Studi Ilmu Material UI. Lulus PhD Dept of Material Engineering Monash univ Australia.

http://www.dailymotion.com/video/xe6h29_prof-bondan-tiara-sofyan_school

Pada saat yang sama juga dikukuhkan Prof Dr dr Rachmadi Purwana SKM, dari Fak Kesehatan Masyarakat UI. Serta Prof Zainuddin Djafar PhD, dari Fak Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI.-