Sistem Gigi Otomatis pada Mobil


Sistem Gigi Otomatis pada Mobil

-0-
Artikel berikut ini saya ambil dari diskusi di email tentang kendaraan bermotor, utamanya mobil. Bagian penting dari sebuah mobil adalah konstruksi giginya (persneling). Email kiriman dari Adithya (staf DTM)yang lagi studi kendaraan di Jerman bias menjadi pencerahan bagi kita.
Mari kita simak bersama.
-0-

hebat… untuk nulis begini perlu konsentrasi, kemarin pas di dtm nggak
keluar kemampuan seperti ini….memang jerman luar biasa he..he..he

…dihapus…
peace

salam
nandy

Dhit, e-mailnya panjang bgt,
udah bisa buat Bab I thesis doktor ente’ tuh…

Pak Wahyu dan Bapaks YSH&S,

Sekedar mau sharing masalah riset kendaraan yang saya kerjakan.

Sejak tahun 2000-an teknologi otomotif sudah memasuki tahap mapan di
hampir seluruh pabrikan kendaraan dunia yang ditandai dengan tercapainya
persyaratan emisi gas buang dan konsumsi bbm yang kompetitif.

Persaingan kemudian memasuki wilayah lain agar produk kendaraan laku
dijual di pasaran. Dari pengamatan saya pribadi (terlepas dari kendaraan
full listrik yang tidak dikembangkan penggunaannya saat ini terkait hal
politis? walahualam) secara umum dapat dikelompokkan menjadi 3 hal.

Pertama: Drivetrain system
Kedua: Drive Assistant system
Ketiga: Vehicle style & design

Bagi konsumen “awam” pada umumnya, justru hal ketiga (style & design)
yang
sangat menentukan kesuksesan penjualan suatu kendaraan dan hal inipun
merupakan investasi yang “relatif murah” untuk dilakukan oleh pabrikan
kendaraan sehingga harga jual kendaraanpun masih dapat ditekan
sedemikian
rupa. Sekedar cerita, bahwa detail style kendaraan di dunia saat ini
mulai
memasuki babak baru di bawah pengaruh garis “tabrak-lari” ala Chris
Bangle
dari BMW.

Bagi konsumen yang “berduit” dan (sok) “kritis” (hehehe) maka mereka
akan
menuntut hal lain dari kendaraan selain style & design yaitu teknologi
baru. Dan mungkin penerapan teknologi “baru” (karena sebenarnya juga
tidak
murni baru) juga menjadi suatu kebanggan bagi suatu pabrikan kendaraan
di
dunia yang pendekatnya saat ini bukan lagi semata mata masalah safety
namun juga sudah masuk ke masalah comfort sebagai nilai tawar terpenting
bagi konsumen “berduit”.

Dari pengamatan saya 4 pabrikan atau group “besar” di dunia memiliki
spesialisasi atau setidaknya sukses dan menjadi pioner pada teknologi
tertentu seperti, Toyota adalah pabrikan yang concern dalam hal
teknologi
hybrid paralel-seri, BMW adalah pabrikan yang concern pada masalah drive
assistance, VW adalah pabrikan yang concern pada masalah transmissi dan
GM
yang sedang asyik bermain dengan hybrid seri-nya. Meskipun pada akhirnya
semua teknologi tadi saling bercampur baur pada produk produk kendaraan
mereka di dunia.

Masalah transmisi kendaraan menjadi penting pengembangannya bagi
kendaraan
hybrid terkait perpindahan kerja dari satu motor ke motor lainnya atau
pada hal lain yaitu kecepatan perpindahan gigi (dunia balap) dan
kenyamanan perpindahan gigi (tuntutan umum dari konsumen).

Saat ini dunia otomotif sedang bergerak menawarkan suatu hal yang
sifatnya
full otomatis pada sebanyak mungkin sektor. Jadi saat ini sudah ada
mobil
yang bisa parkir paralel otomatis tanpa ada orang didalam mobil
sekalipun.
Nah begitupun halnya dengan transmisi kendaraan. Sehingga transmisi
otomatis menjadi perhatian setiap pabrikan kendaraan.

Bagi sebagian pengemudi handal, transmisi otomatis dirasakan banyak
memiliki kekurangan dalam hal strategi, timing dan kemulusan perpindahan
gigi. Hal inilah yang kemudian menjadi tantangan untuk menyempurnakan
sistem transmisi otomatis.

Dalam hal startegi dan timing perpindahan gigi, maka didesain suatu
sistem
kontrol yang menggunakan lebih banyak parameter kontrol dengan
pendekatan
fuzzy logic. Dalam banyak survey hal ini sudah dapat memuaskan sebagian
besar konsumen. Namun pabrikan masih menyediakan opsi perpindahan gigi
secara manual pada transmisi otomatis untuk memenuhi hasrat sebagian
pengemudi yang tidak mau “hidupnya” diatur oleh komputer.

Secara umum terdapat 4 macam transmisi otomatis saat ini yaitu
1. AT (automatic transmission, yang menggunakan sistem gigi planet dan
torque converter)
2. CVT (continously variable transmission, menggunakan torque converter
sebagai sistem kopling mesin-gerabox)
3. AMT (automated manual transmission)
4. DCT (double clutch transmission)

Bagi sebagaian konsumen, AT dan CVT yang menggunakan torque converter
dirasakan memiliki “torque lag” saat launch (akselerasi dari kondisi
kendaraan berhenti) sehingga hal ini merupakan hal yang dirasakan sangat
menggangu oleh sebagian besar pengemudi agresif.

Terlahir dari tuntutan perpindahan gigi yang cepat di dunia balap dan
tidak mentolerir masalah “torque lag”, maka dikembangkan transmisi
otomatis jenis 3 (AMT) dan 4 (DCT).

Secara prinsip transmisi jenis 3 memiliki komponen transmisi yang 100%
sama dengan transmisi manual, hanya saja peranan kaki pengemudi yang
mengatur pedal kopling, dan tangan pengemudi yang mengatur pemilihan
gigi,
digantikan oleh peranan aktuator yang saat ini kebanyakan adalah
aktuator
hidrolik, sebelumnya juga dipakai actuator yang digerakkan oleh motor
listrik. Jenis AMT ini memiliki kelebihan dalam hal karakteristik
launch,
namun keyataannya kalah nyaman dalam hal perpindahan gigi saat kendaraan
sudah bergerak (misal dari gigi 2-3 atau 3-4 atau 4-2 dll) dibandingkan
dengan AT.

Ketidaknyamanan perpindahan gigi pada AMT diakibatkan terdapatnya suatu
periode dimana hubungan antara mesin dengan gearbox terputus sama
sekali.
Yaitu saat “gear selector” memilih gigi lain yang akan dihubungkan ke
mesin selanjutnya, misalnya pindah gigi dari 2 ke 3, maka selektor harus
melepas hubungan dari gigi 2 untuk kemudian menghubungkan ke gigi 3.
Mengatasi masalah ini dirancanglah sistem DCT.

DCT pertama dipakai oleh Porschee di balap Le-mans dan Porschee jugalah
yang pertama kali menjual ke pasaran dengan nama PDK (Porschee Dopel
Kuplung) namun pamornya kalah terang dibandingkan VW yang menjual di
belakang hari dengan nama DSG (Direct Schalt Getribe) tentu karena mobil
VW lebih banyak terdapat di jalanan dibandingkan Porschee.

DCT seolah olah adalah 2 buah gearbox yang mana satu gearbox berisi
gigi
ganjil (1, 3 dan 5) dan gearbox lain gigi genap (2, 4 dan 6). Jadi
apabila
terjadi perpindahan gigi dari ganjil ke genap atau sebaliknya maka yang
terjadi adalah peralihan aliran daya dari kopling gearbox satu ke
kopling
gearbox lainnya yang sudah terhubung dengan roda gigi. Jadi perbedaannya
dengan AMT tidak diperlukan lagi proses gear selektor bekerja memilih
gigi, pada saat perpindahan gigi karena gigi selanjutnya sudah terhubung
dengan kopling. Jadi perpindahan giginya sama persis dengan AT yaitu
istilahnya “clutch to clutch” gear shifting. Tentu DCT bukan dua gearbox
melainkan tetap satu gearbox yang didesain sedemikian rupa sehingga
ukurannya sama besar dengan AMT atau manual gearbox biasa.

Tentu masalahnya adalah bagaimana jika pindah gigi dari ganjil ke ganjil
atau genep ke genap, seperti misalnya pindah gigi dari 4 ke 2 saat
diperlukan “engine brake” nah ini juga merupakan lahan riset yang masih
terus digarap.

Pengembangan lain adalah masalah rentang rasio gigi “gear ratio spread”
(rasio gigi terbesar dibagi rasio gigi terkecil) yang merupakan salah
satu
faktor menentukan dalam kehematan bbm yang terus dikembangkan oleh
pabrikan. Tentu hal ini bukan masalah bagi CVT, namun hal ini menuntut
transmisi AT maupun DCT untuk menambah jumlah gigi, sehingga saat ini
sudah ada 8 speed AT dan 7 speed DCT, tentu ini menjadi tidak praktis
bagi
transmisi manual, sehingga saat ini transmisi manual tetap disediakan
dalam 5 speed saja.

Nah masalah analisa kenyamanan gear shift ini antara lain diselidiki
dari
karakteristik jerk (turunan dari akselerasi) yang sebagian besar
diakibatkan oleh timing peralihan daya dari satu kopling ke kopling
berikutnya, sehingga kontrol terhadap kapan disengage kopling satu
dilakukan dan kapan engage kopling lain dikerjakan menjadi perhatian
disini. Tentu hasilnya akan “mengerikan” jika misalnya pada saat yang
bersamaan kedua kopling yang masing masing telah terhubung dengan roda
gigi engage. Hal yang perlu diperhatikan saat engage adalah
karakteristik
gaya normal pada kopling sebagai akibat tekanan aktuator hidrolik dan
gaya
gesek kopling yang dipengaruhi oleh koefisien gesek dan cairan media
pendingin pada jenis kopling basah yang saat ini lebih banyak
pemakainnya
dibanding kopling kering.

Kebetulan di institut, test rig-nya sudah ada, yaitu berupa chassis dyno
dan penahan mobil berupa batang yang di ikat ke braket bumper belakang.
Hehehe sepertinya lebih tepat yang disampaikan oleh Pak Wahyu perihal
sensor stress yang timbul di batang penahan kendaraan. Dan hal hal lain
terkait flexibilitas karet mount, propeller shaft dan sistem transmisi
daya lainnya disertakan sebagai faktor koreksi dalam analisa pengukuran
dan perbandingannya dengan hasil simulasi model (namun dalam pemodelan
harus ditetapkan dengan besaran damping koefisien yang terjata ribet
ngukurnya).

Hal yang dilakukan di chassis dyno ini dikenal dengan istilah kalibrasi
kontrol transmisi yang memanipulasi kapan dan bagaimana suatu
perpindahan
gigi harus dilakukan sehingga tercapai tujuan spontanitas dan
kenyamanan,
namun tentu dua hal ini adalah tetap hal yang bertolak belakang satu
sama
lain jika spontan maka tidak nyaman dan begitu juga sebaliknya, sehingga
sebagai solusi diterapkan suatu pilihan sport/normal/economy pada sistem
transmisi otomatis.

Demikian Pak, sharing riset yang saya kerjakan di sini sementara ini.
Hal
yang menjadi harapan utama adalah kalau bisa temanya tetap dan tidak
dirubah oleh Prof pembimbing ke transmisi jenis lain CVT atau AT
misalnya,
soalnya model-in sistemnya lagi bakal ribet hehehe

Salam
Adhit

Satu tanggapan

Leave a Reply (boleh kasi komentar)