Prematuritas menyebabkan Stunting


Scoping Review: Hubungan Prematur dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia di Bawah 5 Tahun

  • Diva Satrinabilla ArmawanFakultas Kedokteran
  • Habib Syarif Hidayatuloh
  • Cice Tresnasari
  • Susanti Dharmmika

DOI: https://doi.org/10.29313/bcsms.v2i1.1313

Keywords: Stunting, Anak di Bawah Lima Tahun, Prematur

ABSTRACT

AbstrakStunting adalah gangguan pertumbuhan pada anak yang disebabkan oleh kekurangan gizi kronis atau berulang, infeksi berulang, stimulasi psikososial yang tidak memadai. Pada tahun 2019, WHO mengatakan prevalensi stunting adalah 21,3% di seluruh dunia. Salah satu penyebab stunting yang paling umum adalah kekurangan gizi kronis, yang dapat disebabkan oleh kondisi saat janin, kelahiran prematur atau pertumbuhan yang terhambat. Anak balita yang terlahir prematur memiliki peningkatan risiko stunting pada dua tahun pertama kehidupannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kelahiran prematur dengan stunting pada anak di bawah 5 tahun. Penelitian ini menggunakan metode Scoping Review, dengan mencari artikel dari database seperti PubMedSpringerLinkScienceDirectProQuestOvid dan Google Scholar menggunakan kata kunci (“Kelahiran Prematur “[Mesh]) DAN “Gangguan Pertumbuhan”[Mesh]) DAN “Anak, Prasekolah”[Mesh] dalam periode tahun 2011-2021. Terdapat total 778 artikel yang memenuhi kriteria inklusi dan 3 artikel berhasil lolos kriteria penilaian kritis. Hasil dari ketiga artikel mengatakan bahwa terdapat hubungan antara prematur dengan kejadian stunting pada anak usia di bawah lima tahun.

-0-

Media Indonesia

Bayi prematur dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) memiliki risiko lebih tinggi mengalami stunting. Prof. Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo, Sp. A (K), seorang Dokter Anak Konsultan Neonatologi, menjelaskan bahwa 20% kasus stunting terjadi sejak saat kelahiran, dan sebagian besar dari kasus ini dialami oleh bayi prematur dan BBLR1.

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita yang dapat memengaruhi kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), terutama pada bayi yang berisiko stunting, perlu mendapatkan perhatian khusus. Pemberian gizi pada ibu hamil dan perawatan bayi baru lahir dengan gejala stunting sangat penting, karena kekurangan gizi pada periode ini dapat berdampak permanen dan sulit diperbaiki1.

Dalam upaya pencegahan stunting, terdapat beberapa intervensi spesifik yang melibatkan pemberian gizi, pemantauan pertumbuhan, dan tatalaksana balita gizi buruk. Semua ini bertujuan untuk memastikan pertumbuhan optimal dan mengurangi risiko stunting pada bayi prematur dan BBLR1.

Ingatlah bahwa stunting bukan hanya masalah gizi yang terjadi setelah kelahiran, tetapi juga memerlukan perhatian sejak masa kehamilan. Semua upaya ini bersama-sama membantu mengurangi prevalensi stunting di Indonesia dan memastikan generasi mendatang tumbuh dengan baik dan sehat1.

-0-

KOMPAS.com – Indonesia menduduki peringkat kelima dengan angka kelahiran prematur tertinggi. Padahal, kelahiran prematur berpontensi mengalami stunting atau gagal tumbuh pada anak.  Hal itu diungkapkan Dokter Anak Konsultan Neonatologi Prof Dr dr Rinawati Rohsiswatmo, Sp. A(K). Dia mengatakan, bahwa bayi prematur bisa stunting jika tidak ditangani secara tepat. Bahkan, kondisi prematur bisa berpotensi menjadi penyumbang stunting terbesar bila penanganannya salah. “Bayi prematur memang belum waktunya, belum siap. Ini kalau tidak ditangani dengan benar, dia akan menjadi potensial penyumbang stunting terbesar,” terang Rinawati dalam media briefing yang digelar Fresenius Kabi, Senin (25/7/2022). Baca juga: Dampak Nyata Polusi Udara, Picu 6 Juta Kelahiran Prematur Setiap Tahun Studi di 137 negara berkembang yang dipublikasikan di jurnal PLOS Medicine menyebutkan, sebanyak 32,5 persen kasus stunting disebabkan oleh kelahiran prematur. Mengutip data Kementerian Kesehatan tahun 2018, ada 29,5 persen prevalensi bayi prematur di Indonesia. Sementara data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan, bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) memengaruhi 20 persen dari terjadinya stunting di Indonesia. “Prematur itu, bayi yang lahir sebelum waktunya. Kalau bayi berat lahir redah hanya kecil. Kecil sudah pasti prematur? Belum tentu. Bisa saja dia cukup bulan tapi enggak tumbuh,” jelas Rinawati. “Tapi apakah bayi prematur pasti kecil? Iya, karena belum cukup waktunya. Ada juga bayi prematur yang kekurangan gizi,” lanjutnya. Dia menambahkan, kelahiran prematur terjadi karena pertumbuhan janin yang lebih lambat jika dibandingkan pertumbuhan normal saat masih di dalam kandungan. Kendati demikian, apabila bayi prematur masih mampu bertahan hidup dan ditangani secara baik, maka ia dapat terhindar dari risiko stunting. Bayi prematur dilihat dari waktu kelahiran dengan usia gestasi kurang dari 37 minggu, sedangkan BBLR dilihat dari berat lahir yang kurang dari 2.500 gram tanpa memandang usia gestasi.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Jika Tak Ditangani Secara Tepat, Bayi Prematur Berisiko Alami Stunting”, Klik untuk baca: https://www.kompas.com/sains/read/2022/07/27/170300923/jika-tak-ditangani-secara-tepat-bayi-prematur-berisiko-alami-stunting.

Leave a Reply (boleh kasi komentar)