MALAM INDAH SERIBU BULAN


MALAM INDAH SERIBU BULAN
(malam 21 Ramadhan, 25-26 Nov 2002)

Sebentar lagi tengah malam saya baru saja tiba di mesjid termegah di Asia Tenggara ini. Sudah banyak sekali orang yang datang, di bagian pria ini mungkin lebih dari seribu orang. Ada yang tergeletak tidur, banyak pula yang duduk membaca Al-Quran. Beberapa kelompok lain terlihat ngobrol santai. Pada 10 malam yang terakhir di bulan Ramadhan bagi saya selalu indah dan berkesan di hati, karena saat-saat itu akan saya lewatkan dengan melaksanakan itikaf di mesjid jami pada malam hari.

Di Istiqlal ini berbagai jenis orang ada, semua golongan datang kesini, antara gembel, preman dan orang kaya campur-aduk semua jadi satu. Di bagian perempuan banyak juga ibu-ibu dan bahkan gadis-gadis juga ada, kelihatannya disana lebih teratur dan bersih. Saya duduk agak kedepan di samping orang-orang yang membaca Al-Quran sedangkan di bagian belakang lebih banyak orang tidur.

Ide untuk menulis ini datang tiba-tiba tadi waktu di mobil dalam perjalanan menuju Istiqlal ini. Sudah beberapa tahun saya jalani masa akhir Ramadhan dengan itikaf malam, mengapa penglaman indah ini tidak saya sharing dengan teman-teman dekat. Buktinya sekarang di mesjid Babut Taubah dimana dulu saya sering melewatkan 10 malam terakhir dengan itikaf berdua atau bertiga sebelum saya pindah rumah, sekarang resmi jadi program pengurusnya, bahkan dengan memanggil ustadz untuk ceramah malam hari. Mungkin mereka terpengaruh oleh kami bertiga yang sudah beberapa tahun melaksanakan itikaf di mesjid.

Tahun lalu pada 10 malam terakhir di bulan Ramadhan saya isi dengan itikaf keliling ke beberapa mesjid jami di Jakarta. Diantaranya selain Istiqlal, mesjid Darul Adzkar di Karang Tengah menuju Cinere. Mesjid At-Tin di Taman Mini. Mesjid Al-Azhar di Kebayoran Baru. Dan tentu saja mesjid Babut Taubah di Kemang Pratama Bekasi tempat tinggal saya dulu. Mungkin tahun ini saya mau coba juga di Mesjid Biru Pondok Indah. Tapi ada yang mengherankan saya, tahun lalu saya pernah mampir ke Mesjid Sunda Kelapa, ternyata disana mesjidnya terkunci tidak ada itikaf. Untuk mesjid ukuran sgitu besar tentu aneh kalau tidak ada itikaf disana.

Untuk makan sahur, saya membawa makanan sendiri dari rumah, jadi kita independen tidak tergantung ada orang jual makanan atau tidak. Dan ternyata di Istiqlal ini yang tahun lalu banyak orang jual makanan sekarang tidak ada lagi, mungkin sudah diusir oleh pihak keamanan mesjid, untung saya sudah bawa sendiri. Dulu waktu saya itikaf sendiri di Babut Taubah, biasanya Wahyu (anak saya) datang mengantar makanan sahur. Memang demikianlah yang dilakukan nabi Muhammad SAW.

Tahun 96 dulu saya itikaf sendirian di Mekah (tentu tidak sendirian pasti bersama dengan jutaan umat lain). Berangkat dari Jakarta di hari ke 20. Itikaf di Mekah itu bagi saya efeknya besar sekali terutama dalam rasa ketauhidan, kita lebih khusyu dalam beribadah, walaupun secara fisik berat. Tarawih 20 rakaat mulai jam 20.00 s/d jam 22.00 non-stop dengan ayat yang panjang untuk mengkhatamkan Al-Quran. Jam 01.00 mulai lagi Tahajud 10 rakaat + 3 rakaat Witir. Itu juga dalam 2 jam, jadi baru selesai jam 03.00. Baru sahur, jam 4 tidur sebentar karena Shubuhnya kira-kira hampir jam 6. Setelah Subuh itu biasanya orang tidur lagi sampai siang. Waktu Tahajud, banyak orang yang ketiduran sambil sujud, karena sujudnya sangat lama.

Mesjid Istiqlal ini kelihatnnya mengikuti Mekah. Qiyamulail ini diselenggarakan di Istiqlal baru 3 tahun ini. Jam 1 orang pada dibangunin untuk tahajud berjamaah dan imamnya sudah dipilih para Hafidz (mereka yang hafal Quran) jadi rasanya kita mantap jadi makmumnya. Biasanya malam-malam ganjil lebih ramai karena menurut hadis Lailatul Qadar turunnya pada malam ganjil di 10 hari terakhir. Malam 27 Ramadhan merupakan malam yang paling ramai karena ada hadis juga yang mengatakan bahwa di 27 Ramadhan itu AlQ turun. Di Mekah Quran dikhatamkan malam itu. Setelah malam 27, kami yang biasa sholat tahajud berjamaah di saf-saf depan, saling memandang, masing-masing kelihatan bersedih karena saat berpisah segera menjelang. Berpisah antar sesama kami dan berpisah dengan Ramadhan yang sama-sama kami cintai. Berpisah dengan sahabat sesama jemaah sholat sungguh berbeda rasanya, bahkan kamipun sebenarnya tidak saling mengenal nama. Allah-lah yang sebenarnya mempertautkan hati kami dalam sholat. Ditinggal oleh bulan Ramadhan, hati terasa hampa. Entah apakah tahun depan kami masih bisa bertemu lagi, Allah jua yang maha menentukan.Laitul qadr khairu min alfi syahr, Lailatul qadr malam yg lebih indah dari seribu bulan. Sungguh aku tidak mencarimu, tapi aku tahu pasti engkau datang karena itu janji Allah dan Allah tak pernah ingkar akan janjiNya. Hanya kepada siapa Lailatul qadr itu diturunkan hanya Allah jua yang maha tahu. Wahai malam indah seribu bulan, bila engkau datang padaku aku takkan kuasa menolak. Allah Engkaulah maha pemberi. Kamu yang membaca tulisan ini, aku berdoa agar Allah menurunkan hidayahnya untukmu, agar kamu selalu berada dijalanNya. Dan bila kamu belum berada disitu pindahlah segera, agar kembali ke jalan yang ditunjukkanNya, yaitu jalan orang-orang yang telah diberi nikmat, bukan jalan yang sesat.(00.45, 21 Ramadhan, 25-26 Nov 2002).-

Satu tanggapan

  1. aahhh indah sekali nampaknya ya pak… bapak beruntung sekali dikaruniai kesadaran dan kemauan untuk beritikaf sudah sejak lama.
    saya justru baru mau mulai ;sdh kesiangan kali ya?(blog ini juga saya dapat saat lagi cari2 referensi lokasi).hhmmm mungkin pak haji berkenan share dong termasuk pengalaman spiritualnya.
    Jazaakumullaah. Semoga Allah Subhanahuwataal menetapkan bapak dalam HidayahNYA. Aamiin ….

Leave a Reply (boleh kasi komentar)