Penelitian Yang Sukses


Artikel berikut tulisannya Dahlan Iskan.

-0-

BANI WOLBACHIA
Oleh: Dahlan Iskan

PEMERINTAH akan jalan terus, pun ketika kritik keras minta menghentikannya.

Ini soal program pelepasan jutaan telur nyamuk terpapar Wolbachia di enam daerah: Bali, Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Kupang, dan Bontang.

Tujuan pemerintah: menurunkan penyakit demam berdarah. Caranya itu yang sangat baru. Sangat modern: justru dengan melepas jutaan telur nyamuk yang sudah terpapar Wolbachia. Jutaan telur itu pun menetas. Jadi jutaan nyamuk.

Lalu mereka akil baligh. Mereka kawin –dengan nyamuk betina. Lahirlah anak-anak nyamuk Bani Wolbachia. Inilah jenis nyamuk baru yang tidak akan menularkan virus, utamanya virus demam berdarah.

Nyamuk jantan yang terkena virus Wolbachia pun akan impotent dan mati. Dengan demikian maka penyebab utama demam berdasar berhasil dihilangkan.

Tadi malam saya menghubungi dua orang yang aktif di bidang ini. Salah satunya ahli kesehatan masyarakat Prof Dr Adi Utarini: guru besar UGM Yogyakarta. Dia sibuk: lagi menghadiri satu acara.

Lalu saya hubungi dokter Sjakon G. Tahija. Ia pendiri Yayasan Tahija: yayasan yang fokus ke soal pemberantasan demam berdarah. Nama Yayasan Tahija diambil dari nama bapaknya: Julius Tahija.

Anda sudah tahu siapa Julius Tahija: putra Ambon yang dua kali menjabat menteri di zaman Presiden Bung Karno. Juga dikenal sebagai pucuk pimpinan perusahaan minyak Caltex Indonesia. Julius Tahija juga pendiri Bank Niaga. Pernah jadi pemilik saham Freeport. Juga pemilik pembangkit listrik di Timika yang khusus untuk melistriki tambang Freeport. Ia pernah jadi salah satu dari 9 konglomerat terbesar Indonesia –pada zamannya.

Dokter Sjakon Tahija anak sulung Julius Tahija –dari dua bersaudara. Ia dokter mata lulusan FKUI. Keahliannya: bedah retina.

Sebelum diterapkan di enam daerah itu penyebaran telur Wolbachia pernah dicoba dilakukan secara terbatas di Yogyakarta. Berhasil. Nyamuk aedes aegypti-nya jadi terjangkit Wolbachia semua. Angka demam berdarah turun drastis. Termasuk kematian akibat DB. Efek negatif pun tidak ada.

Sri Sultan Hamengkubuwono X minta agar penyebaran Wolbachia diperluas: ke Sleman dan Bantul. Hasilnya juga nyata.

Sukses Yogyakarta itu sampai ke telinga Menkes Budi Sadikin. Kebetulan menkes kenal baik dengan Prof U-ut, nama panggilan Adi Utarini: sama-sama siswa teladan hanya beda SMA dari Yogyakarta.

Prof U-ut pun menjelaskan pelaksanaan program Wolbachia di Yogyakarta itu. Maka menkes memutuskan: melanjutkannya ke daerah-daerah lain yang sangat tinggi kasus DB-nya.

Kemenkes tetap menggandeng pelaksana program yang di Yogyakarta: Yayasan Tahija dan Universitas Gadjah Mada –di bawah tim Prof U-ut.

Waktu itu Yayasan Tahija, bersama UGM, sudah mempelajarinya dengan sangat mendalam. Terutama saat negara bagian Queensland, Australia, melaksanakan pelepasan Wolbachia di kota Brisbane. Itu tahun 2009. Hasilnya sangat baik. Juga sangat aman.

Indonesia adalah negara kedua yang menerapkannya –setelah Australia. Kini sudah 14 negara yang akan mengikuti.

Dari mana jutaan telur Wolbachia didapat?

”Kami ambil dari Yogyakarta,” ujar dr Sjakon Tahija. ”Yayasan kami sudah bisa memproduksinya,” tambahnya.

Ketika mempraktikkannya di Yogyakarta, Yayasan Tahija bekerja sama dengan sekitar 3000 relawan. Merekalah yang mendidik masyarakat. Tidak ada paksaan. Penduduk yang rumahnya rela dipakai pelepasan Wolbachia boleh mendaftar.

Mereka diminta menyiapkan ember. Berisi air. Lalu telur-telur Wolbachia ditaruh dalam air di ember itu. Begitulah cara nyamuk berbiak.

Proses yang sama akan dilakukan di enam daerah di atas. Tahun depan sudah diketahui apakah cara baru mengatasi demam berdarah ini juga berhasil di sana.

Berbagai penelitian atas nyamuk memang dilakukan di banyak negara. Sejak Anda belum lahir: tahun 1924. Termasuk penelitian mengenai cara nyamuk berhubungan seks. Juga reproduksinya. Yang pertama melakukan adalah Simeon Burt Wolbach –dari nama belakangnya diambil.

Tapi penelitian lanjutan yang sangat gigih terjadi telah tahun 1970-an. Di seluruh dunia –terutama di Amerika.

Indonesia setidaknya tidak takut menerapkannya. Termasuk tidak takut pada kritik kelompok Gerakan Sehat untuk Rakyat yang sangat keras –yang menuntut program Wolbachia dibatalkan sekarang juga. Salah seorang di dalamnya adalah mantan Menkes Prof Dr Siti Fadilah Supari.

Yogyakarta rupanya memang istimewa. (Dahlan Iskan)

-0-

Prof dr Adi Utarini MSc MPH PhD

Utarini adalah seorang pengajar dan peneliti di Universitas Gadjah Mada dengan spesialisasi pengendalian penyakit dan kualitas pelayanan kesehatan.[5] Ia juga menjabat sebagai kepala Eliminate Dengue Project (Proyek Pemberantasan Dengue) di Yogyakarta,[4][8] sebuah kota berpenduduk 400.000 orang yang memiliki tingkat penularan dengue yang tinggi.[9] Pada 2018, ia mengisi sebuah seminar TEDx tentang upaya-upaya pengurangan dengue di kota tersebut.[10]

Utarini menjadi salah satu pimpinan uji terkontrol secara acak untuk meneliti teknik penggunaan nyamuk ber-Wolbachia untuk pengurangi penyebaran penyakit yang dibawa oleh nyamuk, termasuk demam berdarah dengue, yang dilakukan sejak 2016 di Yogyakarta.[9][11] Pada Agustus 2020 ia mengumumkan bahwa metode ini berhasil mengurangi kasus dengue sebesar 77% selama periode penelitian.[9][12] Wolbachia adalah sebuah bakteri yang jika diberikan pada nyamuk dapat mencegah penyebaran virus dari nyamuk tersebut kepada manusia.[9] Metode ini telah dikembangkan sejak tahun 1990an di Universitas Monash, tetapi sebelum penelitian Utarini belum ada penelitian acak terkontrol yang dilakukan untuk membuktikannya, sehingga jurnal ilmiah Nature menyebut penelitian ini sebagai “bukti terkuat” untuk membuktikan metode Wolbachia.[13]

AlmamaterUniversitas Umeå
UCL Great Ormond Street Institute of Child Health
Universitas Gadjah Mada
Dikenal atasUji terkontrol secara acak terhadap teknologi Wolbachia dalam pemberantasan demam berdarah dengue
PenghargaanNature’s 10 (2020), Time 100 (2021)

Leave a Reply (boleh kasi komentar)