Jenderal Pitak


Jumat, 02/07/2010 09:26 WIB
Kolom Djoko Suud
Rekening Jenderal Pethak & Jenderal Kancil
*Djoko Suud Sukahar* – detikNews

**
*Jakarta* – Jenderal polisi punya rekening jumbo. Itu diwartakan majalah
Tempo. Polisi bukan introspeksi dan melidik tapi justru bereaksi. Mereka
tersinggung dan menuntut majalah itu. Kebiasaan lama kumat kembali? Apakah
karena umur makin bertambah, bukan kian dewasa tapi makin renta? Ini catatan
soal itu.

Saya pernah lihat film An Officer & The Gentleman. Film ini diproduksi tahun
1982 dan putar di Indonesia sekitar lima tahun kemudian. Film ini berkisah
soal ‘kelahiran’ seorang jenderal. Sersan disiplin dan lurus-lurus saja
tidak kunjung naik pangkat. Tapi siswa ndugal dan ugal-ugalan yang dididik
kariernya berhasil gemilang.

Film yang dibintangi Richard Gere dengan Debra Winger itu sangat menawan.
Itu dibuktikan dengan penghargaan terhadap film ini, dua Oscar, enam
kemenangan dan tigabelas nominator. Ditambah bumbu percintaan yang tidak
vulgar, melihat film ‘angkatan laut’ itu perasaan ikut terhanyut. Jenderal
itu lahir dari ‘banyak akal’ tapi tetap dalam koridor moral.

Nah saya juga pernah melihat film Jenderal Kancil. Jenderal Kancil ini
bersenjata pistol mainan. Dia membentuk pasukan penjaga keamanan. Bersama
teman-temannya meronda kampung. Dan berkat keberaniannya, maling yang suka
mengganggu berhasil dibekuk. Penduduk bangga punya anak-anak yang perkasa.

Itu film anak-anak zaman lama yang dimainkan Achmad Albar dan puluhan
pemeran lain yang mayoritas sudah almarhum. Anak-anak itu termotivasi
menjadi jenderal karena itu lambang hero. Jenderal identik pahlawan bagi
masyarakat. Dia pengayom lingkungan, dan pemupus keresahan.

Zack Mayo (Richard Gere) dan Jenderal Kancil (Achmad Albar) anggap saja
mewakili jenderal positif. Tetapi di masyarakat kita ada lagi jenderal yang
berasal dari ‘dunia kelam’ yang acap disebut ‘Jenderal Pethak’. ‘Pethak’
kata lain dari ‘pethal’ atau ‘botak buatan’ terminologi dari kepandaian
‘palsu’. Tidak pandai tetapi berperan sebagai orang pandai agar dianggap
pandai.

Jenderal jenis ini bisa berasal dari jenderal ‘betulan’ tetapi
tingkah-lakunya tidak mencerminkan ‘kejenderalannya’. Tapi terbanyak jendral
genre ini hanya sebutan untuk orang sombong, ngawur, suka mengaku-aku,
termasuk pemeras dan penipu. Maka kalau berhadapan dengan ‘jenderal’ ini
jangan tanya soal moralitasnya. Pastinya ancur-ancuran!

Terus bagaimana dengan jenderal yang diberitakan majalah Tempo, yang katanya
jenderal-jenderal itu punya rekening jumbo? Adakah mereka masuk kategori
Zack Mayo dan Jenderal Kancil atau justru Jenderal Pethak?

Kalau rekening itu menjadi ‘lele jumbo’, indikasi ‘haram’ jalan menumpuknya
hampir pasti. Soalnya sudah bukan rahasia lagi. Kita tahu seberapa besar
rekening ‘lele lokal’ yang stagnan di tabungan. Kendati terkini dikembangkan
‘lele Sangkuriang’ yang montok berisi kayak ‘lele jumbo’ yang bukan money
laundering dan hasil korupsi.

Warta majalah Tempo itu cukup bagus dan konstruktif. Polisi harusnya arif
menyikapi. Tidak responsif, apalagi emosional. Isu miring soal
‘gendut-gendutan’ rekening itu sudah lama mekar. Dan makin tahun dibiarkan
tak juga kunjung memunculkan kesadaran. Sadar untuk membenahi yang
bopeng-bopeng di lapangan.

Sebab ‘perang bintang’ sudah laten terjadi. Tak hanya dalam merebut catu di
pendidikan dan lapangan kerja, tetapi juga merambah pada jabatan-jabatan
strategis organisasi sosial dan partai politik. Ini jangan anggap tidak ada
yang tahu. Kalau itu tidak ada yang mengkritisi, maka ke depan jenderal baik
langka ada, sedang Jenderal Pethak berada di mana-mana.

Ya, jenderal punya rekening jumbo itu isu lama. Tidak mengejutkan. Justru
kita terkejut dengan sikap Kapolri menanggapi kasus ini. Jika tidak direm
dan waspada, maka reaksi itu bakal jadi tepukan air di dulang yang bakal
terpercik muka sendiri. Adakah itu konsekuensi logis zaman edan?

Ini zaman edan, kata Ronggowarsito. Yang tidak edan tidak kebagian. Tapi
sebaik-baik yang edan, lebih baik yang ingat dan waspada. Ingat dan waspada
perlu diberi tanda miring. Sebab sudah terlalu melimpah orang yang ‘tidak
ingat’ dan ‘lupa ingatan’. Apalagi yang waspada!

Selamat ulang tahun yang ke-64, Polisiku. Semoga tambah umur tambah sidik
paningale. Terus waspada agar waskita!

**Djoko Suud Sukahar: **pemerhati budaya, tinggal di Jakarta*

Satu tanggapan

  1. Ping-balik: Rekening Jumbo « Raldi Artono Koestoer

Leave a Reply (boleh kasi komentar)